Menjadi Terang



Kristen = Christian. Berasal dari kata Christ (Kristus) ditambah dengan akhiran –ian yang bisa diterjemahkan sebagai pengikut. Jadi, Christian adalah pengikut Kristus. Idealnya, seorang Christian (Kristen) adalah orang yang mengikuti ajaran Kristus, meneladan sikap Kristus, dan menyerupai Kristus dalam segala hal. 

Sulit? Memang.

Menjadi Kristen memang bukan perkara mudah. Menjadi Kristen tak serta-merta kita dicurahkan berkat melimpah setiap saat. Justru saat kita mengaku “I’m Christian,” di situlah iman kita diuji. Apa benar kita memang begitu mengidolakan Kristus sehingga kita ingin sekali jadi pengikut-Nya?
Entah hanya saya atau Anda sekalian juga mengalaminya, di kantor saya seringkali dijuluki sebagai “Anak Gereja”. Pujian atau sindiran? Saya tak tahu. Julukan ini timbul lantaran saya kerapkali menolak ajakan nongkrong bareng atau sekedar makan malam bersama teman-teman kantor karena saya ada kegiatan di Gereja. Rapat, latihan, persekutuan doa, atau apapun. Pokoknya jika sudah pukul 6 sore teng, saya langsung berkemas dan teman-teman saya langsung berkomentar “Ciyee.. Anak Gereja banget sih loe!” atau “Pasti mau ke Gereja ya? Ke Gereja melulu, apa nggak bosan?” dan banyak komentar lainnya. Ini nggak hanya di tempat kerja saya yang sekarang, tapi di perusahaan sebelumnya, saya juga dikomentari seperti itu.

Kesal? Sempat. Karena saya risih punya julukan seperti itu. Kesannya kok saya holy banget. Pun saya jadi pusat perhatian dalam setiap gerak-gerik saya. Ketika menggerutu dengan kata-kata yang cukup kasar, mereka langsung berkomentar “Anak Gereja kok ngomongnya kayak gitu?” bla bla bla.  Awalnya saya sebal, memangnya kenapa sih kalau saya rajin ke Gereja? Toh memang kegiatan saya hanya seputar kerja-Gereja-kerja-Gereja. Lalu mengapa kalau saya rajin ke Gereja lantas saya dijuluki “Anak Gereja”? Mengapa saya nggak boleh bercanda kasar, mengumpat, atau melakukan hal-hal yang (menurut anggapan orang-orang) negatif?

Tapi lama kelamaan saya sadar, kan saya Christian. Saya penganut ajaran Kristus. Saya Kristen. Saya (kalau mengikut istilah anak remaja jaman sekarang) cinta banget banget banget sama Kristus. Wajar jika orang-orang bertanya “Kok kamu nggak seperti Kristus yang kamu ikuti itu?”. Akhirnya, pelan-pelan saya mulai intropeksi. Saya nggak marah lagi dijuluki “Anak Gereja”. Pelan-pelan, Tuhan juga membuka diri saya.

Di kantor seringkali saya merasa penat, geram, dan kesal dengan sederet tulisan yang menumpuk untuk dikerjakan. Seringkali juga saya merasa lelah karena harus liputan di pagi hari padahal kemarin malam saya baru pulang pukul 1 pagi karena meliput konser musik atau meliput event sosialita. Saya berusaha keras untuk tidak mengeluh dan menggerutu. Jadilah saya sering mendengarkan musik rohani lewat Youtube atau player di laptop saya. Mendengarkan lagu-lagu tersebut bikin saya tenang. Sayapun jadi lebih sering tersenyum dan happy all the time. 

Saya nggak menyadari penyertaan Tuhan di dalam hidup saya hingga suatu kali teman saya nyeletuk, “Kok kamu nggak pernah sedih ya, Tas?” atau “Tasha kok nggak pernah marah ya? Nggak pernah sebal dengan bos?” dan lainnya. Saya hanya tersenyum dan berkata, “Siapa bilang gue nggak kesal sama bos? Siapa bilang gue nggak pernah sedih? Marah? Sering kok! Tapi gue selalu tarik napas dalam-dalam lalu dengerin musik rohani. Habis itu gue merasa tenang dan merasa nggak ada gunanya juga marah-marah.”. Hal ini bikin saya berpikir bahwa jadi orang Kristen memang harus “beda”. Beda yang tak dipaksakan, beda yang terlihat dengan jelas di mata orang lain tanpa kita harus menjelaskan dan berkampanye “Hey, look at me! I’m a Christian!!” di jalanan dan bikin ribut.

Tuhan Yesus ingin kita jadi “Terang”. Terdengar sulit dan mengawang-awang. “Masak iya saya yang seperti ini bisa jadi terang? Tak mungkin!”. Seringkali kita merasa seperti itu bukan? Kalau ya, Anda salah. Jadi terang bukanlah serta-merta kita kotbah di kantor, penginjilan ke tetangga, atau jadi tim doa syafaat 40 hari 40 malam. No. Tuhan ingin kita relevan dengan dunia. Bukan sama seperti dunia, tapi relevan dengan dunia. Artinya, ya kita harus bersikap layaknya manusia biasa. Tapi bedanya, kita jadi manusia yang Christian, yang mengikut Kristus.

Menurut saya yang bukan Pendeta atau mahasiswa teologia ini, jadi terang as simple as jadi “beda” dengan orang lain. Bedanya di mana? Di sikap kita saat menghadapi masalah yang sama dengan orang non-Christian. Jika orang lain marah-marah saat bos meminta hal yang tak mungkin kita lakukan, kita iya marah, iya kesal, tapi simpan itu dalam hati dan minta Tuhan hapus rasa kesal dan geram kita, misalnya. Untuk benar atau tidaknya pernyataan saya tersebut, boleh langsung didiskusikan dengan pendeta, pastor, atau gembala Anda.. hehehe…

Untuk jadi terang, hendaknya kita selalu berpikir positif, minta Tuhan lingkupi kita setiap pagi dengan kebijaksanaan, kerendah hatian, dan semangat. Saya selalu begitu, tiap pagi minta Tuhan kuatkan saya jika di kantor saya menghadapi kesulitan, atau saya stuck saat menulis, saya bilang sama Tuhan, “God, help me through this hard day,”. Minta Tuhan selalu berada di sisi kita lewat Roh Kudus. Minta Tuhan bimbing kita setiap saat. Dengan begitu, pasti terlihat deh, kalau kita beda. Kalau kita ini terang. Terang dalam artian bersinar, berbeda dari yang lain. 

Jadi, apakah Anda siap jadi the real Christian? Kristen sebenarnya? Mengikut teladan Kristus, berusaha sekeras mungkin untuk sedikit demi sedikit menyerupai-Nya? Jadi terang buat sekitar kita? Saya yakin kita semua  pasti bisa. Jurusnya hanya dengan minta pertolongan Tuhan di setiap saat. Berdoa dan rajin berkomunikasi denganNya. Momen Natal ini sangat pas untuk kita yang memang ingin memasuki musim kehidupan yang baru. Punya pengharapan yang baru, dan jadi terang untuk sekitar kita. 

Selamat hari Natal, Tuhan memberkati Anda semua!

Salam,
-Lydia Natasha Hadiwinata-

Comments

Popular Posts